Siapa sih kita? Pertanyaan ini biasa dan mungkin sederhana sekali, tapi cukup susah dijawab. Kalo kita udah bisa jujur kepada diri kita sendiri, yakin deh bahwa kita juga bisa jujur kepada orang lain dan mau memahami cara pandang orang lain. Mengenali diri kita itu penting. Supaya kita nggak lupa diri. Supaya kita bisa memposisikan diri kita di hadapan orang lain.
Sobat gaulislam rahimakumullah, yang jelas dan sudah pasti nih, kita adalah manusia. Manusia adalah makhluk Allah Swt. yang punya kelemahan dan keterbatasan. Jika kita merasa masih manusia dan orang lain yang berhubungan dengan kita juga manusia, maka kita bisa berkomunikasi dengan bahasa kita sebagai manusia secara umum.
Mungkin kita mulai belajar mengenai diri kita dari tubuh kita. Mata kita. Ya, kita punya mata. Sepasang benda ini mirip lensa kamera dan diletakkan di kepala. Sehingga mirip lampu yang bisa menerangi jalan kita dengan leluasa dan maksimal. Bayangkan jika mata diletakkan di organ kerja kita seperti tangan dan kaki, bisa-bisa rusak tuh pas kita kerja. Mungkin yang punya ide ‘gila’ berpikir, “Ah, kalo seandainya mata ada di telunjuk jari tangan kita kayaknya enak nih, kalo ngintip di pemandian nggak usah capek-capek nyari tangga, tinggal acungkan aja telunjuk kayak periskop kapal selam.” Hmm… sepintas emang menyenangkan. Tapi, dia lupa, gimana kalo akhirnya tuh telunjuk dipake ngupil? Atau misalnya harus dipake nyocol sambal? Bisa belepotan kotoran dan kepedihan karena nyungsep di kubangan sambel.
Selain mata yang merupakan indera untuk melihat, di kepala kita ditempatkan pula indera yang lain: telinga (indera pendengar), hidung (indera pencium), lidah (indera perasa, untuk mengecap rasa). Semua itu diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang indah, pas dan enak dipandang mata.
Nah, indera berikutnya yakni kulit—yang tidak saja ada di kepala, tapi di seluruh bagian tubuh luar kita adalah indera peraba. Kita bisa meraba apa pun yang kita pegang atau sentuh. Kulit tangan kita bisa merasakan benda kasar dan halus, atau kulit tubuh kita bisa merasakan hawa dingin, panas, dan juga gesekan lain yang menyentuh kulit. Selain panca indera itu, kita juga memiliki perasaan. Meski tak terlihat, tapi bisa dirasakan. Kita bisa sayang, bisa benci, cinta, merasa semangat, peduli, kecewa, kesal, dan banyak perasaan lainnya.
Kalo dari sisi indera aja kita udah kenal diri kita, maka yakin kita akan merawatnya. Kita akan menggunakannya sesuai kebutuhan kita. Kita menjaganya dengan kecintaan yang penuh. Itu sebabnya, jika kita udah mengenal diri kita secara fisik, apalagi kalo dengan perasaan, maka kita bisa menyadari bahwa orang lain pun memiliki potensi yang sama dengan kita. Karena sama-sama manusia. Betul?
Itu sebabnya, kalo kita udah mengenal diri kita, besar kemungkinan kita mau berbagi dengan orang lain. Kita mau bekerjasama dengan orang lain, saling percaya, saling peduli, saling menghargai, saling menyenangkan, saling menolong, saling memberi semangat dan lain sebagainya. Jadi, kalo masih ada yang pengen nafsi-nafsi alias egois, kayaknya doi belum kenal, apalagi paham dengan dirinya sendiri.
Kenapa kita harus bekerjasama dengan orang lain? Mengapa harus saling mengingatkan? Karena kita menyadari seyakin-yakinnya dan seratus persen bahwa kita punya keterbatasan. Orang lain juga sama. Mata kita mungkin terbatas hanya bisa melihat yang dekat saja, sementara teman kita bisa melihat lebih jauh. Jika kita bekerjasama, maka kita akan bisa berbagi.
Mungkin penglihatan dia terbatas karena indera penglihatannya terganggu, tapi kita punya. Maka ketika bekerjasama kita dan teman kita bisa saling bantu. Termasuk kita bisa bekerjasama dan saling mengingatkan dalam kebenaran. Karena sangat boleh jadi kan kalo kita tuh punya kelemahan dan bisa lalai dalam berbagai hal. Tapi teman kita yang tahu dan kebetulan punya kelebihan dalam wawasan bisa mengajak kita menjadi baik. Tentu itu karena sikap sayang, cinta, dan pedulinya kepada kita.
Maksud dia juga adalah menolong kita. Ya, sekadar mengingatkan kita. Dan itu bukan berarti doi udah benar en suci. Sangat boleh jadi dia (dan kita) juga masih perlu belajar banyak. Ya, kita sama-sama aja jalan ke arah kebaikan. Kata Kahlil Gibran, “Engkau buta, sedangkan aku bisu tuli. Jadi mari berpegangan agar mengerti” Tul nggak?
Tuh, berawal dari mengenali diri kita sendiri, yakni mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Kemudian kita melihat orang lain yang juga manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Sama seperti kita. Lalu kenapa nggak saling mendukung en menolong aja kalo kebetulan apa yang kita miliki tidak dimiliki teman kita? Maka, jika kita bekerjasama dan saling mengingatkan demi kebenaran dan kebaikan adalah perbuatan yang sangat terpuji. Itu sebabnya, kalo kita ditegur dan diingatkan sama teman yang lain jangan sewot, tapi seharunya bersyukur. Nggak perlu sinis bilang: “Emangnya gue pikirin! Terserah gue mau berbuat apa aja. Jangan cerewet!”
Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, kita harus mampu mengenali diri sendiri sebagai manusia, kemudian melihat orang lain juga sebagai manusia, lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya, baik itu secara fisik; mental; pengetahuan; termasuk dalam soal kehidupan; sosial, ekonomi, pendidikan dsb. Setelah kita melihat ke dalam diri kita dan dengan jujur mengakui apa yang kita miliki, kita bisa meminta bantuan kepada orang lain jika memang udah nggak bisa ditangani sendiri. Dan, jika kita dimintai bantuan oleh teman kita dan kebetulan kita punya, kenapa pula ogah ngasih bantuan? Seharusnya tanpa diminta kalo kita tahu dan mampu, kita bisa langsung ngulurin bantuan. Itu bentuk kerjasama yang baik. Bukan cuek. Apalagi kalo menutup mata dan bilang dengan jurus andalannya: “Gue nggak peduli! Titik.” Waduh!
Kita semua memang membutuhkan bimbingan dari siapa pun. Agar kita tidak liar dan menjadi orang-orang yang egois, cuek, sombong dan nggak mau menghargai pendapat orang lain. Kita harus nyadar bahwa kita ini manusia. Makluk lemah dan tentunya memerlukan dukungan dari orang lain. Kita bisa saling mengingatkan, saling menguatkan, saling menasihati, saling memberi masukan dan jangan segan untuk menyampaikan kritik. Toh, itu dilakukan sebagai bentuk tangungjawab dan rasa peduli kita. Kita bisa saling bergandengan tangan untuk meraih kebahagiaan bersama.
So, nggak jamannya untuk cuek dan egois. Kita bisa bekerjasama dan saling mengingatkan satu sama lain. Bukankah Allah Swt. sudah menyampaikan kepada kita dalam firmanNya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3)
Bro en Sis, semoga nggak ada lagi prinsip “Gue nggak peduli! Titik.” atau “Emang gue pikirin?! Derita elo itu sih!” yang menguasai pikiran dan jiwa kita. Prinsip itu udah basi dan nggak laku sejak diluncurkannya bagi orang-orang yang sadar etika dan akhlak. Sebaliknya pupuklah sikap empati kita yang dilandasi keikhlasan dan keimanan kepada Allah Swt. semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar